POSMETRO MEDAN – Mantan Kepala SMK Pembaharuan Porsea, Maridin Marpaung divonis 4 tahun penjara. Dia terbukti melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2019-2021.
Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis meyakini perbuatan terdakwa Maridin terbukti bersalah melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar Rp277.607.000 (Rp277 juta) sebagaimana dakwaan subsider.
Adapun dakwaan subsider yang dimaksud tersebut yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Maridin Marpaung oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun,” tandas hakim As’ad di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (30/12/2024).
Selain penjara, hakim juga menghukum Maridin untuk membayar denda sebesar Rp50 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Tak hanya itu, Maridin juga dibebankan oleh hakim untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebesar Rp200.107.000 (Rp200 juta).
“Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut,” cetus As’ad.
Namun, lanjut hakim, apabila Maridin tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan (1,5 tahun) penjara.
Sementara itu, Tagor Simangunsong selaku mantan Bendahara BOS SMK Pembaharuan Porsea dan Dotor Marpaung selaku mantan Operator Dapodik yang juga terdakwa dalam kasus ini diganjar masing-masing 3 tahun penjara serta denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Tagor Simangunsong untuk membayar UP sebesar Rp41 juta. Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut,” tandas As’ad.
Dalam hal, apabila Tagor tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Dotor Marpaung untuk membayar UP sebesar Rp41 juta. Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut,” ucapnya.
Lanjut As’ad, apabila Dotor tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Menurut hakim, keadaan yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi khususnya pada program pendidikan terutama dana BOS dan para terdakwa belum mengembalikan kerugian keuangan negara.
“Keadaan yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum dan para terdakwa berterus terang selama di persidangan,” kata As’ad.
Hakim juga meyakini Tagor dan Dotor terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai membacakan putusan, selanjutnya hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk berpikir-pikir selama 7 hari terkait mengajukan upaya hukum banding atau tidak.
Diketahui, putusan tersebut lebih ringan daripada tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut Maridin 5 tahun dan 6 bulan (5,5 tahun) penjara. Kemudian denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan membayar UP sebanyak Rp200.107.000 subsider 2 tahun dan 9 bulan penjara.
Sedangkan, Tagor dan Dotor dituntut 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya juga dituntut bayar UP yang nominalnya berbeda-beda.
Jaksa menuntut Tagor membayar UP sebesar Rp36.500.000 subsider 2 tahun dan 6 bulan (2,5 tahun) penjara. Sementara, Dotor dituntut membayar UP sebanyak Rp41 juta subsider 2,5 tahun penjara. (Red)
EDITOR : Rahmad