Dulu Tak Dilirik, Sekarang Banyak Yang Tertarik

oleh
Aparatur-Sipil-Negara
istimewa
Eiren Royana Siahaan, S.Si
Eiren Royana Siahaan, S.Si

Masih segar diingatan kita beberapa waktu lalu hasil seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau yang dikenal saat ini dengan istilah Aparatur Sipil Negara telah diumumkan. Tidak dipungkiri, Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah profesi yang sampai ini saat masih diidolakan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal dahulu kala tidak terlalu diminati oleh orang banyak. Salah satu alasan utama pada saat itu, gajinya yang kecil. Dibandingkan gaji pekerja swasta lainnya, gaji PNS memang relatif lebih kecil. Karenanya, sering menjadi bahan pertimbangan bagi beberapa orang jika ditawari profesi ini pada masa saya remaja kala itu.

Pada tahun 2001 terjadi perubahan yang menggembirakan bagi PNS dalam hal peningkatan penghasilan. Hal ini terjadi pada era pemerintahan Presiden Alm. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Alm. Gus Dur. Beliau menaikkan gaji PNS hampir 3x lipat, dari Rp. 135.000,- menjadi Rp. 500.000,- untuk golongan terendah I.a. Setelah pergantian Presiden dari Era Presiden Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, kesejahteraan PNS semakin diperhatikan karena selalu ada kenaikan gaji PNS walaupun tidak setiap tahun. Contohnya gaji PNS golongan terendah I.a dari Rp. 500.000,- pada tahun 2001, naik di tahun 2019 menjadi Rp. 1.560.800,- sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019. Selain mendapatan gaji, PNS juga mendapatkan tunjangan keluarga, tunjangan beras, tunjangan jabatan, uang makan dan tunjangan kinerja PNS pusat (khusus uang makan dan tunjangan kinerja PNS dilingkungan Pemprov atau Pemda disesuaikan dengan anggaran masing-masing), sedangkan untuk guru disebut tunjangan profesi guru.

Pemerintah telah melakukan reformasi besar-besaran mulai dari proses penyaringan sampai didalam satuan kerja masing-masing PNS. Seperti kita ketahui, saat ini semua Kementerian dan Lembaga Non Kementerian dan Pemerintah Daerah, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/ Kota, sedang giat-giatnya melakukan penyaringan PNS sistem dengan online dan lebih ketat, dikarenakan pendaftar akan menjalani rangkaian seleksi kompetensi dengan menggunakan sistem berbasis Computer Assisted Test (CAT) dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN). CAT BKN wajib digunakan pemerintah pusat dan daerah karena memungkinkan para pendaftar dan pemerintah daerah tidak bertatap muka sehingga meminimalisir praktek KKN. Hampir keseluruhan proses dilakukan melalui internet, dipanggil untuk test melalui internet, dan pengumuman kelulusan juga melalui internet.

Pada intinya bahwa segalanya ditetapkan berdasarkan hasil nilai tertinggi yang diperiksa dengan sistem komputerisasi secara adil. Sistem perekrutan yang ketat ini tidak menyurutkan semangat kaum muda untuk bersaing secara sehat untuk menjadi PNS. Terbukti dari jumlah pelamar di situs web sscn.bkn.go.id yang meningkat 11,93 % dari tahun 2018 sejumlah 3.749.748 dengan jumlah formasi 238.015, menjadi 4.197.218 pelamar dengan jumlah formasi 152.286 pada tahun 2019. Bayangkan saja satu kursi PNS pada tahun 2018, harus diperebutkan sebanyak 16 pelamar dan ditahun 2019 satu kursi diperebutkan 28 orang pelamar.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi era 2018 Asman Abnur mengatakan, pemerintah berusaha memperbaiki sistem seleksi penerimaan CPNS secara konsisten. Dengan begitu, harapan terjadinya perubahan kualitas sumber daya manusia aparatur sipil negara yang dihasilkan kelak adalah mereka yang mampu dan mau meningkatkan skill dalam bidangnya masing-masing. Ketika sudah menjadi abdi negara, tuntutan untuk meningkatkan kompetensi dan teknologi sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia juga sangat dibutuhkan untuk mengoptimalisasi pelayanan kepada masyarakat. Kompetensi PNS ini berkaitan dengan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi kewenangan dan tanggungjawab yang diamanatkan kepada mereka. Terkhusus kemampuan dibidang teknologi dan informasi harus mampu mengikuti perkembangan yang ada mengingat sudah banyak pekerjaan manusia yang digantikan oleh mesin atau teknologi yang canggih.

Menurut buku statistik PNS Juni 2020 yang diterbitkan oleh BKN, jumlah PNS berstatus aktif pada 30 Juni 2020 adalah 4.121.176. Jumlah ini mengalami penurunan 1,62 % dibandingkan dengan 31 Desember 2019 sebanyak 4.189.121. Jumlah PNS terus mengalami penurunan sejak tahun 2016, hal tersebut dikarenakan pemerintah menetapkan moratorium pada tahun 2015 dan 2016. Bila dibandingkan dengan populasi di Indonesia sebanyak 268.583.016 jiwa (Data Kependudukan Semester I Tahun 2020 Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil), masyarakat yang bekerja sebagai PNS pada Juni 2020 hanya 1,53 persen terhadap jumlah penduduk.

Bila dilihat perbandingan PNS dengan jumlah penduduk secara umum, satu orang PNS bertanggung jawab memberikan layanan terhadap 65 orang penduduk. Rasio rata-rata ini memang relatif kecil bila dibandingkan pada rasio PNS dengan masyarakat di berbagai provinsi yang populasinya lebih besar seperti Jawa barat dan DKI Jakarta. Terkait jumlah PNS menurun, tidak menutup kemungkinan kualitas PNS yang semakin baik dapat dilihat dari statistik jenjang pendidikan yang mendominasi jumlah PNS di Indonesia, yakni sarjana sebanyak 65 % dari tahun sebelumnya 53,9 %.

Seiring dengan kebijakan reformasi birokrasi yang dikeluarkan pemerintah, maka Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang sudah melaksanakan reformasi birokrasi disatuan kerjanya harus melakukan survei atas kepuasan pelayanan publik seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat. Survei ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Seperti contohnya Badan Pusat Statistik (BPS), dalam menghasilkan dan menyajikan data statistik, BPS senantiasa berusaha untuk memperhatikan kepuasan serta kualitas pelayanan kepada pengguna data yang mencari data statistik.

BPS selalu berupaya untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengidentifikasi kebutuhan dan tingkat kepuasan pengguna data melalui Survei Kebutuhan Data (SKD). SKD yang dimulai tahun 2005 digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas data serta pelayanan publik. Hasil SKD tahun 2019 yang telah rilis di web BPS menunjukkan bahwa konsumen yang merasa puas dengan data yang disediakan oleh BPS Pusat mencapai 98,33%. Persentase tersebut meningkat dari tahun 2018, yaitu 96,96%. Hal ini merupakan pencapaian yang baik bagi BPS untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam mewujudkan visi menjadi pelopor data statistik terpercaya untuk Indonesia Maju.

Mengingat salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan publik (pasal 10b UU Nomor 10 Tahun 2014 tentang ASN) dan salah satu tugas ASN adalah memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas (Pasal 11b), menjadi PNS adalah menjadi seorang pelayan masyarakat maka jangan meminta untuk dilayani ketika memberikan pelayanan kepada penerima layanan. Kedepannya, setiap orang yang berstatus sebagai PNS diharapkan bisa menyadari bahwa dirinya adalah seorang pelayan publik, jika kesadaran tersebut sudah muncul di setiap PNS, harapan tentang integritas dan moralitas PNS yang semakin baik akan terwujud. Indonesia akan semakin maju, dan masyarakat akan merasa puas karena mendapatkan pelayanan terbaik. (PENULIS : Eiren Royana Siahaan, S.Si, Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Simalungun)