posmetromedan.com – Kematian ibu dan anak yang diduga menjadi korban malpraktek berujung pada gugatan kepada RSU Sylvani dan keempat dokternya. Gugatan dilayangkan pihak suami pasien ke Pengadilan Negeri (PN) Binjai.
Menurut penggugat, Indra Buana Putra (31), dia kehilangan istri, Putri Afriliza (31) dan anak ketiganya usai meninggal dunia di RSU Sylvani Binjai pada Selasa (17/9/2024) lalu.
Ibu dan anak itu tewas diduga akibat dari kelalaian atau menjadi korban malapraktek oknum dokter di rumah sakit swasta tersebut.
Kuasa hukum korban, Risma Situmorang kepada wartawan menjelaskan, jika ibu dan anak ketiga korban berusia 8 bulan dalam kandungan meninggal dunia diduga karena kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oknum dokter.
Ia menjelaskan, almarhumah Putri merupakan pasien di RSU Sylvani dan pasien rutin dr Sugianto spesialis dokter obgyn.
“Pada saat mau melahirkan anak ketiga, pasien rutin memeriksa kepada dr Sugianto. Anak pertama dan kedua (almarhumah Putri), juga melahirkan secara cesar dengan dr Faisal Fahmi.
Tapi pada kehamilan ketiga karena waktu jadwal konsultasi lebih pas dengan dr Sugianto, maka ganti dokter, itu tidak masalah. Masuk 8 bulan (dalam kandungan), selalu rutin konsultasi dengan dr Sugianto, tapi aneh juga, dr Sugianto tidak pernah membuat jadwal tanggal per tanggal,” ujar Risma di Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (5/12/2024).
Atas hal itu, korban dan keluarga pun yang berinisiatif datang untuk berkonsultasi.
“Jadi inisiatif itu (membuat jadwal), datang dari mereka (keluarga korban) ketika sudah masuk 1 bulan datang berkonsultasi. Saat masuk 8 bulan diketahui dari USG, bayi Almarhumah Putri ini sungsang.
Nah untuk mengatasi itu dari bulan ketujuh, dr Sugianto menyarankan almarhumah itu untuk sujud, seperti orang salat, dengan harapan bisa kembali normal,” ujar Risma.
Lanjut Risma, dokter membuat perencanaan dan jadwal kelahiran bayi. Tapi tidak mempercepat jadwal konsultasi, misalnya per 3 minggu atau 2 minggu.
“Sampai Senin (16/9/2024), almarhumah ada merasakan kandungannya kontraksi dan (saat itu) hari merah Maulid Nabi. Nah, ibunya (yang bernama (Ely Suryningsih) dan almarhum dengan suami pergi ke RSU Sylvani, ternyata tidak ada dokter kandungan, baik dr Sugianto maupun dokter lainnya. Kita gak tau ada berapa dokter kandungan di sana. Karena gak ada, mereka (keluarga korban) mencari sendiri lah dokter-dokter di sekitar situ,” kata Risma.
Karena tidak ada dokter, Risma menyebut, keluarga korban balik ke rumahnya di Desa Karang Rejo, Stabat, Langkat sembari mencari bidan untuk menghilangkan rasa sakit.
Namun, upaya mereka tidak membuahkan hasil hingga akhirnya balik kembali ke RSU Sylvani lantaran kontraksinya semakin kencang pada Selasa (17/9/2024) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Mereka diterima dan ditangani oleh dokter jaga, dr Siti Fatimah.
“Kita gak tau apa yang dilakukan (dokter jaga), hanya diperiksa begitu saja, langsung dipindahkan ke ruang perawatan, maksudnya dari ruang rawat IGD ke ruang rawat. Di situ dibilang detak jantung si bayi gak ada, kata dr Siti Fatimah,” ucap Risma.
Namun demikian, kata Risma, tidak ada penanganan yang dilakukan RSU Sylvani. Mereka hanya menunggu sampai akhirnya dr Faisal Fahmi datang sekitar pukul 05.30 WIB.
“Dari pukul 2 tidak ada penanganan, tidak ada pertolongan kepada janin, gawat janin namanya secara medis. Saat itu sebelum datang (dr Faisal Fahmi), dikasih antibiotik setelah komunikasi melalui sambungan telepon. Sesaat setelah diminum antibiotik, almarhumah pendarahan di kamar mandi. Nah lalu datang dr Faisal, diputuskan segera operasi,” ujarnya.
Setelah keputusan operasi dilakukan, Risma menambahkan, keluarga almarhumah sudah mengingatkan persediaan darah. “Kata mereka (RSU Sylvani) sudah disiapkan,” sambungnya.
Namun yang mengherankan, pihak RSU Sylvani Binjai bertanya golongan darah almarhumah. “Di RSU Sylvani juga korban melahirkan anak pertama dan kedua, kok bisa di situ dokter atau nakes menanyakan golongan darah apa, kan ada rekam medis, bisa dicek. Darah dipesan tapi terlambat, darah baru ada jam 09.30 WIB, kurang lebih darah 1 liter,” kata Risma.
Saat itu, operasi pun dilakukan terhadap almarhumah. “Kita gak tau, apakah itu darah tercukupi atau tidak dan darimana (asal darah). Tapi yang pasti, darah baru ada 09.30 WIB. Setelah itu, bayi diberikan sudah meninggal, disuruh Pak Indra (suami almarhumah) menguburkan.
Saat itu, tidak dijelaskan kondisi istrinya bagaimana, apakah masih sehat, apakah masih bugar. Tapi kalau penglihatan masih biasa, pasien dimasukkan ke ICU,” ucap Risma.
Sekitar pukul 13.00 WIB, Risma melanjutkan, RSU Sylvani meminta persetujuan untuk memompa jantung almarhumah. Namun sayang, usaha pompa jantung yang dilakukan tidak membuahkan hasil.
Istri Indra pun dinyatakan meninggal dunia. Karenanya, Risma menilai, ada kejanggalan dalam penanganan yang dilakukan dan bahkan diduga tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.
Kuasa hukum korban ini menjelaskan jika almarhumah tidak ada sakit seperti diabetes atau darah tinggi.
“Ada dugaan malapraktek, kesalahan penanganan gak sesuai SOP, tidak ada aturan rumah sakit, hospital by law, terlambat memberi darah, kesalahan memberi obat, itu namanya malapraktik. Tapi apapun itu, semua masih berproses. Kami sudah memberi kesempatan untuk mediasi, kami undang klarifikasi, tapi tidak ada tanggapan dokter dan rumah sakit,” sambungnya.
Karena tidak mendapat klarifikasi yang memuaskan, Indra Buana menggugat RSU Sylvani secara perdata ke PN Binjai. Selain RSU Sylvani, Indra Buana juga menggugat dr Sugianto, dr Faisal Fahmi, dr Siti Fatimah dan dr Abraham Darajatun Siregar.
“Kami mengajukan gugatan ganti rugi PMH dengan nilai materil Rp 511.650.000, immateril Rp 100 miliar. Bapaknya sudah kehilangan istri, anak-anak kehilangan mamaknya. Kami sudah melaporkan juga ke majelis disiplin profesi karena dokter gak disiplin,” kata Risma.
“Kalau tidak ada dokter ready stand by, dia musti pakai sistem rujukan, dia musti merujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap alatnya, lebih lengkap dokter atau dokter yang ready praktik, karena ini untuk menyelematkan nyawa, safety life.
Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023, diatur, pimpinan rumah sakit yang membiarkan tidak ada pertolongan dalam keadaan gawat darurat, kalau menyebabkan cacat dihukum 2 tahun tapi kalau menyebabkan kematian, dituntut pidana sampai 10 tahun,” sambungnya.
Terpisah, Kuasa Hukum RSU Sylvani Binjai, Yusfansyah Dodi menepis tudingan dari keluarga almarhum.
“Tidak benar, kita sudah melakukan sesuai SOP. Artinya namanya gugatan, boleh saja, yang pasti kita sesuai dengan SOP. Masalah meninggal, umur gak tau, pelayanan sudah lakukan dengan semaksimal mungkin,” ujarnya.
Soal darah, menurut dia, rumah sakit tipe E tidak ada persediaan atau bank darah.
“Yang ada bank darah PMI sama (RSUD) Djoelham. Masalah ketersediaan dokter, kita gak usah munafik lah, rumah sakit mana yang ada dokter spesialis,” pungkasnya.(tbn)