Posmetromedan.com – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) melakukan penghentian penuntutan terhadap 4 perkara yang berasal dari Kejari Simalungun, Kejari Binjai, Kejari Mandailing Natal dan Cabang Kejari Deliserdang di Pancur Batu dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian perkara ini disetujui oleh JAM Pidum Kejagung RI setelah sebelumnya dilakukan ekspose oleh Kajati Sumut Idianto SH MH didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto SH, Aspidum Luhur Istighfar SH M.Hum, Kasi TP Oharda Zainal SH MH serta Kasi lainnya dari Ruang Vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Senin (21/8).
Ekspose perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani SH MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya.
Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Simalungun, Kajari Binjai, Kajari Madina dan Kacabjari Deli Serdang di Pancur Batu serta JPU perkaranya.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan SH MH dalam keterangannya di Grup WhatsApp, Selasa (22/8) menyampaikan, bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 87 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Termasuk 4 perkara yang disetujui Jampidum dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah dari Kejari Simalungun atas nama tersangka Desi Arni Sidabutar melanggar Primair Pasal 310 ayat (3) UU No. 22 thn 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan Subs Pasal 310 ayat (2) UU No. 22 Thn 2009 Ttg lalu lintas.
Kemudian dari Kejari Binjai dengan tersangka Jumari melanggar Pasal 372 Atau Kedua Pasal 378 KUHP, dari Cabjari Deli Serdang di Pancur Batu atas nama tersangka Rahmadsyah Putra alias Putra melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP dan perkara dari Kejari Mandailing Natal atas nama tersangka Barata Sultan Lubis alias Adek Pasal 480 Ayat (1) KUHP.
Empat perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, artinya di antara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos.
Lebih lanjut Yos menyampaikan bahwa proses penghentian penuntutan 4 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan.
“Yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga, dan jaksa penuntut umum,” tutup Yos. (*)
Reporter: Oki Budiman
Editor: Maranatha Tobing