POSMETROMEDAN.com- Kasus dugaan tindak Pidana Korupsi dalam seleksi PPPK (P3K) fungsional guru di Sumatera Utara menjadi sorotan publik, baik daerah maupun nasional.
Permasalahan seleksi PPPK guru saat ini paling banyak terjadi di Sumut menurut data dari MenpanRB RI dan Mendikbud Ristek RI.
Lima kabupaten/kota yang bermasalah dalam PPPK itu ialah Langkat, Mandailing Natal, Batubara, Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Artinya tiga kabupaten di antaranya berada di Sumatera Utara (Sumut). Saat ini kasus PPPK di tiga daerah itu tengah ditangani Polda Sumut.
Namun proses penegakan hukumnya menuai banyak kritik dari masyarakat, khususnya para guru yang menjadi korban.
Kritikan keras masyarakat terkait penegakan hukum yang dinilai tebang pilih upaya paksa dan lambatnya penyelesaian kasusnya.
Semisalnya penegakan hukum terkait upaya paksa yang berbeda. Dewasa ini kita ketahui bersama, jika Polda Sumut telah menetapkan 6 Tersangka Kasus PPPK Madina, 5 Tersangka Batubara dan 2 Tersangka Langkat.
Namun, penegakan hukum yang berjalan sangat aneh dan janggal.
Semisal dalam kasus Batubara, jika Eks Bupatinya Zahir telah ditangkap dan ditahan, sebelumnya berstatus Tersangka dan DPO.
Tetapi anehnya tidak bagi Ketua DPRD Madina dan 2 kelapa sekolah di Langkat yang hari telah ditetapkan sebagai Tersangka, namun tidak ditahan.
LBH Medan sebagai lembaga yang konsern dalam penegakan hukum dan HAM menilai adanya tebang pilih dalam penegakan hukum kasus PPPK di Sumut, khusus antara Batubara dengan Madina dan Langkat.
LBH menduga jika Polda Sumut sedang berpolitik dalam penegakan hukumnya. Dikarenakan adanya Disparitas upaya paksa terhadap para Tersangka.
Parahnya untuk Kabupaten Langkat sendiri saat ini hanya menetapkan 2 kepala sekolah saja.
Sangat berbeda dengan Kabupaten Madina dan Batubara yang telah menetapkan Eks Bupatinya, Ketua DPRD, Kadis Pendidikan, BKD dll.
Tebang pilih penegakan hukum kasus PPPK tersebut seyogyanya telah bertentangan dengan asas equality before the law (semua orang sama di mata hukum).
Perlu diketahui jika sebelumnya LBH Medan telah berulang kali mengkritik keras penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Sumut, namun hingga sampai saat ini masih belum ada perubahan.
Harusnya korupsi, kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime) yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan merusak tatanan bangsa di proses dengan luar biasa pula.
Serta dilakukan secara profesional, prosedural serta tanpa diskriminasi.
Bahkan sebagai kejahatan luar biasa harusnya tidak ada kompromi bagi para Tersangkanya.
Untuk itu LBH Medan mendesak Kapolda Sumut segera menyelesaikan permasalahan ini secara berkeadilan.
Adapun tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK di Sumut telah bertentangan dengan UUD 1945, HAM, ICCPR, Durham, UU Tipikor dan Kode Etik Kepolisian RI.(*)
Pres Rilis LBH Medan, Sabtu 7 September 2024.