MEDAN – Aliansi Mahasiswa Pecinta Danau Toba (AMPDT) menggelar unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumatera Utara, Senin (2/9). Mereka menuntut pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi terkait penerapan Wisata Halal di kawasan Danau Toba.
Mahasiswa meminta Gubsu Edy menjelaskan secara detil konsep wisata halal dimaksud. Sebelum ke Kantor Gubsu, massa terlebih dahulu berunjuk rasa di kantor Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT). Mereka juga menyuarakan penolakan terhadap konsep wisata halal di Danau Toba.
Massa puluhan orang tersebut melakukan unjuk rasa dengan membawa alat musik seperti seruling dan Gondang Taganing khas Batak.
Massa yang datang menyebut, konsep wisata halal yang bakal diterapkan Edy Rahmayadi justru keliru dan tidak menghormati adat dan budaya setempat. Bahkan massa menuding Edy tidak paham konsep pengembangan pariwisata.
“Kita mau klarifikasi sebenarnya, bagaimana komitmen Pak Gubernur yang kami anggap buta mengeloala kawasan Danau Toba dan kondisi sosial dan budayanya, sehingga mencanangkan wisata halal,” kata Rico Nainggolan, selaku koordinator aksi.
Di Kantor Gubsu, massa diterima perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut. Mereka diajak berdialog ke dalam gedung Pemprov Sumut.
Dialog panjang pun terjadi antara mahasiswa dan pihak Pemprov Sumut. Para mahasiswa beranggapan jika konsep wisata halal bakal mengkotak-kotakkan masyarakat yang ada di kawasan Toba. Bahkan konsep ini rentan menghilangkat adat budaya yang sudah ada.
Namun hal ini dibantah oleh pihak Pemprov Sumut. Kabid Pemasaran Disbudpar Sumut Muchlis memaparkan maksud dari konsep wisata halal ang bakal diterapkan berkaitan dengan sisi amenitas sebagai syarat destinasi wisata. Terlebih kepada pegadaan fasilitas seperti tempat ibadah bagi umat Muslim. “Wisata halal itu lebih kepada pengembangan amenitas tadi. Karena pariwisata ini memenuhi kebutuhan orang,” kata Muchlis.
Muchlis memaparkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan asing yang datang ke Sumatera Utara didominasi oleh Malaysia. Jumlahnya sekitar 53 persen. Dia kembali menegaskan konsep wisata halal sama sekali tidak untuk mengusik atau bahkan merusat adat budaya di Danau Toba. Karena adat dan budaya di Toba adalah potensi yang harus terus dikembangkan.
“Kita harapkan wisatawan yang datang merasa puas. Multiplier effectnya mereka bisa datang kembali,” ujarnya.
Konsep amenitas ramah Muslim ini juga disebut Muchlis bakal mendongkrak angka kunjungan. Dia juga berharap, masyarakat sekitar tidak takut dengan hal tersebut. Karena tujuan dikembangkannya pariwisata adalah untuk kesejahteraan masyarakat. “Peran kita mengedukasi masyarakat. Supaya mereka paham kebutuhan wisatawan itu apa,” pungkas Muklis.
Setelah perdebatan alot, akhirnya dialog ditutup. Pemprov Sumut juga mempersilahkan para mahasiswa untuk menjadwalkan kembali pertemuan dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Untuk diketahui, sejumlah negara sudah menerapkan konsep halal, sebagai branding pariwisata. Negara yang mulai menerapkannya antara lain, Korea Selatan, China, Thailand, Singapura, India dan lainnya. Konsep ini dilakukan menyusul pertumbuhan wisatawan Muslim yang terus meningkat.
Peringkat Indonesia terus membaik sejak tahun 2015 yang berada di peringkat 6. GMTI menganalisa pertumbuhan kesehatan dan pertumbuhan berbagai destinasi wisata ramah Muslim. Ada empat kriteria strategis yang mendukung wisata ramah Muslim. Mulai dari akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.(apo/tob)