POSMETRO MEDAN – Operasi tangkap tangan kasus dugaan pemotongan dana bantuan operasional sekolah (BOS) se-Kabupaten Batubara oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), berbuntut panjang dan memanas.
Pasalnya, istri salah satu tersangka membeber jika uang yang diamankan sebagai barang bukti saat OTT merupakan setoran buat Polisi dan Jaksa. Diketahui, SLS (42) yang merupakan ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK dan MK (48) yang merupakan ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA, kedapatan tangan memegang uang sebesar Rp 319 juta.
Dijelaskan istri salah seorang tersangka, Saidatul Fitri, uang setoran dana BOS tersebut dikutip untuk diberikan sebagai uang tunjangan hari raya (THR) yang diminta oleh APH.
Melalui pesan singkat WhatsApp, Fitri mengaku memiliki bukti pembukuan suaminya MK yang memberikan kode kepada beberapa instansi terkait. Beberapa kode tersebut merupakan tempat titik-titik lokasi kantor APH berada dengan sejumlah nominal yang sudah ditentukan.
Sandi pertama tertulis Kayu Ara, diduga kuat merupakan nama desa yang berada di Kabupaten Batubara, yang dimana terletak dekat dengan kantor Kejaksaan Negeri Batubara.
Di sandi kedua, ditulis Ibu Kota, yang diduga menunjukan Kecamatan Limapuluh yang menjadi pusat Kabupaten Batubara yang merupakan lokasi Polres Batubara berada. Selanjutnya, tertulis beberapa sandi lain, seperti Cabang, BPK, Disdik/manajemen, Penginapan Inspektorat, dan Transportasi Kadis.
“Saya sudah melaporkan oknum polisi yang meminta uang kepada suami saya. Oknum berpangkat Brigadir Kepala (Bripka) berinisial ASR,” ujar Fitri, Jumat (11/4/2025).
Lanjutnya, oknum tersebut menelepon suaminya MK dengan menanyakan soal pencairan uang dana BOS yang sudah dicairkan di setiap sekolah.
“Saya lupa kalau tidak salah awal Maret atau Februari akhir kemarin oknum polisi tersebut menelepon suami saya, karena di speaker, saya juga mendengar. Dia menanyakan soal dana BOS,” ujarnya.
Lanjutnya, setelah suaminya mengakui bahwa uang dana BOS telah keluar, maka Bripka ASR menyatakan kepada MK untuk jangan lupakan THR yang akan disetorkan ke pihaknya.
“Saya tanyakan, itu THR buat siapa bang. Dijawab suami saya, THR buat Polres. Semua kepala sekolah, ga sama semua, sesuai dengan berapa muridnya,” ungkapnya.
Katanya, apabila tidak diberikan THR, maka nama sekolah tersebut akan dicatat, sering dikunjungi, dan dicari kesalahannya.
“Selain oknum petugas Polres, oknum Kejaksaan Negeri Batubara juga ada meminta uang THR yang bersumber dari dana bos tersebut. Saya juga akan laporkan,” ujarnya.
Akibat permintaan para APH tersebut, kini suaminya ditahan sebagai tahanan Tipikor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. “Suami saya sekarang di Rutan Tanjung Gusta Medan. Seandainya, tidak ada permintaan uang THR dari dana BOS ini, suami saya tidak akan ditangkap,” pungkasnya.
Terpisah Kapolres Batubara, AKBP Doli Nelson Nainggolan, berjanji menindak tegas anggotanya apabila terbukti melakukan pemerasan tersebut.
Menurutnya, tidak ada toleransi bagi personel yang berjalan diluar tugas Polri yang mengayomi dan menjadi contoh di masyarakat. “Bila terbukti ada personel saya berbuat itu, akan saya tindak,” ujar Kapolres Batubara, AKBP Doli Nelson Nainggolan singkat melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (11/4/2025).
Personel Polres Batubara, Brigadir Kepala (Bripka) ASR dilaporkan ke Propam Polda Sumut dalam dugaan pemerasan berkedok permintaan THR kepada Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) se-Kabupaten Batubara.
Bripka ASR diduga meminta uang kepada ketua MKKS, MK yang kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan pengutipan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).(tbn)