Kebumen – Sampah selalu menjadi masalah yang seolah tak terpecahkan. Terlebih, jenis sampah tak terurai seperti sampah plastik.
Padahal, Indonesia adalah salah satu penghasil sampah terbesar dunia. Pencemaran limbah anorganik pun tak terelakkan.
Pengelolaan sampah yang kini dilakukan secara prinsip tak menyelesaikan masalah. Sampah, hanya dipindah dari satu tempat ke tempat lain yang bernama Tempat Pembuangan akhir (TPA) dan kini populer disebut Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
Sampah ditumpuk, dan kemudian menimbulkan masalah baru. Bahkan, di beberapa wilayah TPA terpaksa ditutup lantaran menuai protes warga.
Sementara solusi sampah belum ditemukan, sampah plastik terus bertambah. Itu termasuk di lingkungan-lingkungan sekolah, seperti di SMK Negeri 2 Bawang. Sampah menumpuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan.
Lantas, mereka berusaha perang melawan sampah. Sampah organik dan anorganik dipilah. Sampah plastik lantas dikumpulkan dan dijual.
Namun, belakangan diketahui, di antara sampah plastik itu, ada pula jenis sampah plastik yang tak laku dijual. Jumlahnya juga cukup signifikan.
Kondisi ini memantik seorang guru di SMK Negeri 2 Bawang, Widarto untuk memuat terobosan pengelolaan sampah. Ia membuat alat untuk mengubah sampah plastik menjadi BBM atau bahan bakar minyak.
Tiga tahun lalu, Widarto membuat sebuah alat semacam destilator atau penyuling sampah plastik. Uji cobanya berhasil membuat sampah plastik kembali menjadi minyak. Namun, masih banyak kekurangan di sana-sini.
“Dibuat pada 2016. Saya coba alatnya pertama. Bikin alat besar, tapi hasilnya belum maksimal,” kata Widarto, Rabu, 4 September 2019.(lip)