POSMETRO MEDAN – Zona inti cagar budaya Situs Benteng Putri Hijau yang terletak di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Deliserdang semakin rusak ketika proses revitalisasi berlangsung sejak 2022 lalu. Di masa Edy Rahmayadi jadi Gubsu, situs tersebut pun semakin rusak.
Benteng yang diduga berasal Kerajaan Aru abad ke-14 sampai ke-16 itu dirobohkan untuk membangun jalan. Dari galian alat berat ditemukan banyak artefak. Para ahli menilai perusakan sudah merupakan pelanggaran hukum dan perlu diproses hukum.
Sebab, menurut UU Cagar Budaya No 11 Tahun 2010, disebutkan bahwa setiap orang dilarang merusak dan mencuri Cagar Budaya. Larangan tersebut diatur di Pasal 66 UU 11/2010 sebagai berikut: Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Adapun sanksinya bagi perusak Cagar Budaya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Dilansir dari sejumlah pemberitaan media massa, Benteng Putri Hijau yang sempat dirobohkan memiliki lebar sekitar 4 meter dengan panjang ke bawah sekitar 20 meter. Revitalisasi tersebut juga menjadi sarang korupsi oleh mantan anak buah Edy Rahmayadi di Dinas Pariwisata Provinsi Sumut.
Terbukti pada awal November kemarin, tiga orang terduga korupsi tersebut pun dijebloskan ke penjara. Tiga tersangka yang ditahan oleh Kejatisu adalah Junaidi Purba (52) menjabat sebagai Fungsional Pamong Budaya Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumut selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Kemudian, Rizal Gozali Malau (31) merupakan karyawan swasta pada CV Citra Pramatra selaku Konsultan Pengawas dan Rijal Silaen (26) merupakan Wakil Direktur CV Kenanga selaku rekanan.
Menurut keterangan Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting, tiga tersangka terjerat kasus sebab pengerjaan proyek tersebut tidak selesai tepat waktu dan mengalami dua kali addendum serta adanya kekurangan volume pekerjaan.
“Dari pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu ini telah dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh Ahli Auditor Kejati Sumut sebesar Rp817 juta lebih,” kata Adre Wanda Ginting. (red)